Like us on Facebook

Seekor Keledai di Depan Lubang Jarum

 

keledai
Karya Mario F. Lawi 

Sebuah kota tenang mengapung di atas danau Galilea. Ratusan orang kaya menghuni kota, mengadakan pesta sepanjang waktu, menumpahkan anggur terbaik bagi ikan
ikan yang berkeriapan di permukaan danau. “Mereka sering kali mencekik orang-orang seperti Lazarus dan Bartimeus,” katamu. Ayahmu mengirimkan angin besar yang menggoyang-goyangkan seisi kota. Kota yang sedih, kota yang sedih, cintailah aku seperti anak ayam mengasihi bulu-bulu tebal induknya. Engkau mencengkeram jubah salah seorang penduduk kota itu dan menyeretnya ke hadapan kami sebelum kota benar-benar tenggelam. Di hadapan kalian yang mengitari singoga ini, aku dan Lazarus adalah anomali. Ia dipuji karena harta, kalian dipuja karena kata. Kami berdua adalah semut di ujung tumit yang hanya pantas dicibir sekawanan anjing. 

Engkau menudingkan telunjukmu ke wajah si kaya ketika melipat lidahmu dan mulai mengumpamakan kerajaan surga. Lazarus yang kian gentar hanya menunduk di sudut gelap dan berusaha membendung airmatanya. Langit tak pernah terbuka. Tabir tak pernah terbelah. Gemuruh tak pernah terdengar. Merpati tak pernah menampakkan diri. Ia tak pernah menjadi raja. Setelah mengisahkan kembali cerita yang diperdengarkan Abraham ketika Lazarus duduk di pangkuannya, sekelompok orang dari luar sinagoga masuk dan menyeretmu. Kami semua tahu akhir kisahmu, termasuk anjing-anjing di dalam sinagoga yang kelak menjilati bunga-bunga luka yang mekar dari batu-batu para perajammu. 

Aku berdiri di hadapan lubang jarum ini, kini, setelah melewati enam hari yang melelahkan. Tanpa kuk. Tanpa muatn. Tanpa beban. Bolehkah aku memilih untuk tidak melewatinya lagi? 

    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write komentar