madu |
Karya Mugya Syahreza Santosa
Lebah-lebah yang terbang dari jantungmu, kini mencari sari-sari kata yang kehilangan makna. Sebab angin telah mengaburkan tafsir dan mematahkan keberanian dalam menyusun sepi jadi rima tanggung ini.
Lidah diksiku hanya sebatas menjilati rasa perih di masa lalu.
Alangkah manis yang menetes dari puisi sebatas umpama, tak akan ke mana bisa pergi selain berhenti dan bunuh diri pada akhir tanda bacanya.
Kadang aku cecap madu dalam puisi untuk meruntuhkan keraguanku pada waktu. Jadi untuk apalagi aku berguru pada bunga luka? Selain memanipulasi diri jadi duri bersiap membutakan mata yang mengelupas-paksa dirinya.
Tidak ada komentar:
Write komentar